Inimalang.com – Sawah seluas 100 boto (setara sekitar 1.400 meter persegi) menjadi warisan yang diterima Siti Ngaisah (53). Petani kelahiran Mojokerto itu menggarap amanah orang tuanya untuk menyambung hidup.
Sejak ditinggal suami, Siti Ngaisah banting tulang demi hidup bersama ibu, dua anaknya, dan satu cucu. Sebagai tamatan SMP, tidak banyak pilihan pekerjaan yang bisa Ngaisah peroleh. Pilihan terdekat adalah meneruskan tradisi keluarganya menjadi petani.
“Pada kondisi normal menggarap sawah seluas itu hasilnya cukup untuk makan dan sekolah anak-anak,” cerita Ngaisah kepada tim Global Wakaf-ACT Mojokerto, pertengahan Januari lalu.
Sebelum pandemi Covid-19, hasil tani Ngaisah bisa mencapai delapan kuintal. Ngaisah bisa mengantongi Rp2,8 juta. Setelah dipotong modal, ia memperoleh laba sekitar Rp1 juta.
Ia pun mengalami kesulitan untuk bertanam. Ngaisah sempat meminjam uang ke sesama petani, yang juga tetangga. Namun, nyaris semua petani mengalami kesulitan yang sama saat ini.
Untuk bertahan tetap bertanam, atas persetujuan jamaah musala, Ngaisah dapat pinjaman modal dari kas musala di lingkungan rumahnya. Ia berharap bisa mengembalikan uang kas musala usai panen. Namun, dengan hasil panen yang merugi, hutang Ngaisah kerap belum terbayar lunas. “Kadang tergiur untuk pinjam di bank, namun takut tidak bisa bayar. Saya senang sekali jika ada pinjaman yang hanya dikembalikan sebesar jumlah pinjamannya saja, itu sangat membantu,” katanya berharap. [Sumber: News.act.id]